Menggapai Titik Tertinggi Pegunungan Andes (Part. 02)
Untuk mencapai puncak Aconcagua dari kemah induk Plaza de Mulas (4.200 mdpl) membutuhkan pendakian bertahap. Aklimatisasi atau penyesuaian tubuh dengan oksigen yang semakin menipis perlu dilakukan beberapa kali. Pada ketinggian 5.000 mdpl, kadar oksigen hanya setengahnya dibanding kadar oksigen di permukaan laut. Sedangkan tempat yang kami tuju berada pada ketinggian 6.962 mdpl. Masih butuh sembilan hari lagi dari Plaza de Mulas untuk mencapai puncak Aconcagua. Aklimatisasi akan dilakukan sebanyak tiga kali ke Camp 1 (5.000 mdpl), Camp 2 (5.500 mdpl), dan Camp 3 (6.000 mdpl).
“Climb High, Sleep Low” adalah moto dalam pendakian gunung tinggi. Yaitu bergerak menambah ketinggian, lalu kembali ke tempat semula untuk beristirahat, baru kemudian bisa bergerak ke tempat yang lebih tinggi lagi. Jadi gambarannya akan seperti ini, saya bersama tim akan mendaki ke Camp 1 kemudian kembali ke Plaza de Mulas untuk beristirahat. Keesokan hari kembali mendaki ke Camp 1 dan bermalam di sana. Proses selanjutnya sama hingga ke puncak. Sekaligus beraklimatisasi, kami juga mencicil mengangkut perbekalan yang untuk sembilan hari ke depan karena sangat sulit melakukannya dalam sekali jalan. Itupun saya harus membawa beban 20 kg dalam sekali jalan. Begitulah gambaran pendakian yang akan dilakukan.
Ada kalanya perencanaan yang telah dibuat harus berubah seketika di lapangan. Penyesuaian jadwal harus selalu dilakukan untuk menambah tingkat keberhasilan, apalagi di gunung-gunung tinggi (High Altitude Mountains) seperti Gunung Aconcagua ini. Itulah yang harus saya lakukan sekarang, setelah mendapatkan informasi prakiraan cuaca dari tiga situs terpercaya dan para petugas penjaga taman nasional (National Park Ranger). Karena cuaca buruk satu minggu ke depan, saya memutuskan untuk tidak segera berangkat ke kemah berikutnya, Camp 1 Plaza Canada. Rencana aklimatisasi pertama ke Plaza Canada pun diubah ke puncak lain disekitar Plaza de Mulas. Puncak Bonete (5.050 mdpl) menjadi pilihan setelah pengambilan suara terbanyak. Rencana untuk menjejakkan kaki di pucuk Aconcagua yang seharusnya tanggal 27 Januari 2016 pun akhirnya harus tertunda.
Hari kelima, tanggal 21 Januari 2016, kami berangkat menuju Puncak Bonete. Perjalanan melewati sebuah Hotel Refugio (4.370 M), yang merupakan hotel tertinggi di dunia, tetapi saat itu sudah tidak beroperasi karena tingginya biaya operasional dan pengunjung yang tidak terlalu banyak. Kami juga melewati pos militer Argentina. Di pos ini, selain para tentara bertugas mengamankan ekspedisi yang sedang berlangsung, juga sebagai ajang latihan di medan gunung tinggi. Alhasil mereka memiliki spesialisasi pendakian gunung.
Setelah enam jam yang melelahkan, kami pun tiba di Puncak Bonete. Sebelumnya kami harus melalui berbagai tanjakan terjal dan kerucut-kerucut es (Pentitentes). Penitentes adalah hamparan medan es berbentuk kerucut-kerucut tajam es yang diukir oleh angin. Tingginya mulai dari mata kaki hingga setinggi dada orang dewasa. Melewatinya seperti berjalan di labirin di mana pendaki dapat mudah kehilangan arah.
Setibanya kembali di Plaza de Mulas, kami langsung melakukan cek medis. Di kemah induk ini dokter dari taman nasional bertugas selama musim pendakian. Pemeriksaan ini sudah yang ketiga kalinya. Pertama, di Confluencia sesaat setelah aklimatisasi ke Plaza Francia, lalu kedua 24 jam setelah sesampainya kita di Plaza de Mulas. Dokter akan memutuskan kami bisa melanjutkan pendakian atau tidak. Alhasil dari semua personil dinyatakan siap untuk mendaki ke Aconcagua. Semua oksigen dalam tubuh, detak jantung, tekanan darah dan kondisi kesehatan setiap personil normal dan sangat baik untuk melanjutkan. Tetapi sayangnya kami belum bisa melanjutkan.
Pada kenyataannya kami harus menunggu selama dua hari di Plaza de Mulas. Dua hari yang sangat membosankan. Tetapi ada yang sudah menunggu selama satu minggu di sini. Cuaca saya pantau dua kali sehari. Kesimpulannya cuaca baru akan membaik mulai tanggal 30 Januari. Itu pun hanya 4-5 hari, setelah itu memburuk kembali. Kami tidak mungkin menunggu selama itu. Logistik pun tidak akan cukup. Saya putuskan tanggal 30-31 Januari adalah celah kami untuk mencapai puncak. Yang artinya hari-hari menembus badai hingga tanggal tersebut.
25 Januari 2016 kami menuju Camp 1 Plaza Canada. Sejak awal sudah diterpa angin kencang, yang terus mendorong badan ini untuk mundur. Semakin tinggi angin bertiup disertai butiran salju. Tanpa perlindungan kami menjadi sasaran empuk terpaan badai salju. Begitu dingin, wajah ini terasa ditusuk-tusuk ribuan jarum. Sesekali kami harus berhenti dan menunduk untuk menahan terpaannya. Hipotermia adalah ancaman utama pada kondisi seperti ini. Kami harus terus bergerak agar tubuh tetap hangat. Istirahat hanya bisa dilakukan paling lama 10 menit. Lebih dari itu kondisi badan sudah terlalu dingin dan hipotermia siap menghantui. Selama empat jam kami harus menghadapi badai ini. Dan selama empat jam itu, tidak satu menit pun angin berhenti bertiup. Hanya fisik dan mental yang kuat yang dapat melalui kondisi ini.
Setiba di Camp kami masih harus mendirikan tenda dalam kondisi yang tidak mengenakan. Sudah saya lihat tenda-tenda yang tiangnya patah ataupun tenda sobek karena angin yang kencang. Jika mau menguji konsentrasi di sinilah saatnya. Temperatur sudah menunjukkan -15°C. Tubuh ini terasa sangat dingin karena sudah berhenti mendaki. Sedikit saja melakukan kesalahan, tenda bisa terbang terbawa angin ataupun robek ketika didirikan. Tanpa tenda yang baik berarti pendakian pun berakhir.
Hari demi hari terus dilalui dalam kondisi yang sama. Kami berhasil melakukan aklimatisasi hingga Camp 3. Saat ini kami berada di Camp 2. Esok hari saya masih ingat adalah hari dengan cuaca terburuk berdasarkan prakiraan. Sesuai rencana kami memutuskan istirahat di Camp 2 selama satu hari penuh. Selama istirahat kami hanya berkumpul di tenda untuk bercerita, bercanda gurau, bernyanyi baik dengan rombongan ataupun dengan rombongan lain yang kebetulan baru tiba di Camp 2. Selain itu makanan adalah hiburan bagi kami walaupun nafsu makan sudah semakin berkurang. Tubuh harus tetap dipaksa untuk makan agar punya energi untuk mendaki. Sedangkan untuk minum, setiap hari saya harus mencairkan salju.
Berpindah ke Camp 3, sekitar 15 KG peralatan saya putuskan untuk ditinggalkan agar pendakian bisa sedikit lebih mudah. Dengan kondisi cuaca berangin sekitar 30 km/jam, butuh waktu empat jam hingga sampai ke Camp 3. Satu tenda dengan kapasitas tiga orang didirikan, sedangkan saya dan satu orang lagi akan bermalam di dalam hut yang kecil, sekaligus agar lebih mudah untuk menyiapkan makanan dan minuman di malam hari baik sebelum tidur dan sebelum perjalanan menuju puncak. Di malam itu setiap orang sulit untuk tertidur, menunggu waktu pendakian ke puncak.
Pukul 02.00 saya sudah terbangun untuk mencairkan salju. Membutuhkan waktu 1 jam untuk bisa mendapatkan 3 liter air hangat dengan kompor bertekanan tinggi. Pukul 03.30 kita sudah bisa sarapan dan minum segelas teh hangat sambil memakai lapisan-lapisan pakaian untuk perjalanan menuju puncak. Pukul 04.00 saya periksa ulang lapisan-lapisan pakaian yang dipergunakan tiap orang beserta peralatan lain yang akan dibawa seperti makanan, minuman, dan alat dokumentasi. Dengan 1 set perlengkapan rescue, perlengkapan medik, perlengkapan komunikasi dan dokumentasi yang saya bawa dalam ransel kita memulai perjalanan pada pukul 04.30.
Suhu -20°C terpantau di thermometer yang saya kaitkan di ransel dan kecepatan angin sekitar 10-15 km/jam. Masih cukup nyaman dan hangat saat berjalan. Setiap istirahat saya selalu memeriksa kondisi setiap orang untuk kesanggupannya melanjutkan perjalanan. Di ketinggian 6.000 mdpl dengan kadar oksigen hanya 60% dibanding permukaan laut, sinkronisasi antara pikiran dan tubuh terasa sangat sulit. Kadang salah satu bagian tersebut melemah ataupun keduanya melemah yang berakibat akan sulit untuk melanjutkan pendakian, hanya turunlah salah satu pilihannya. Dengan berat hati saya harus menurunkan salah satu pendaki karena sudah tidak mungkin melanjutkan pendakian.
Pada ketinggian 6.400 mdpl atau dikenal dengan nama Independencia, tersedia sebuah emergency hut walaupun kondisinya sudah cukup hancur sekarang. Apabila pendaki setelah sampai Independencia masih baik kondisinya, maka bisa dilanjutkan menuju puncak. Tetapi apabila sebelum atau saat di hut tersebut dalam kondisi yang kurang baik maka disarankan kembali, karena perjalanan berikutnya merupakan titik yang berbahaya dan sangat sulit karena kecuramannya.
Gran Accareo Traverse merupakan titik paling berbahaya. Jalur sepanjang 700 meter memelipir jurang dengan kedalaman hingga 1.000 m. Setelah itu di ketinggian 6.650 mdpl ada yang dikenal dengan Cueva Canaleta, meniti jalur dengan kemiringan 70-80 derajat. Selain itu medan terbukanya membuat angin cukup besar dan berbahaya. Di titik inilah banyak terjadi kecelakaan di Gunung Aconcagua baik tergelincir jatuh ataupun terhempas badai. Saya berjalan dengan konsentrasi penuh, memilih langkah dengan baik-baik. Sambil juga memperhatikan anggota tim yang lain yang terlihat sudah semakin melemah. Tidak boleh ada yang tergelincir di sini.
Saya menyadari bahwa tim kami sudah bergerak terlalu lambat. Menghadapi cuaca yang luar biasa buruk di hari-hari sebelumnya membuat kami betul-betul kelelahan. Waktu sudah menunjukkan Pukul 15.00 ketika kami masih di tengah jalur berbahaya ini. Umumnya pendaki lain akan balik kanan jika pada jam tersebut belum mencapai puncak. Berbagai pertimbangan berkecamuk dalam pikiran saya. Bagaimana jika cuaca tiba-tiba berubah menjadi buruk. Melihat kondisi saat ini, perjalanan turun dengan menghadapi badai sepertinya tidak memungkinkan. Nyawa taruhannya dalam keputusan yang akan saya ambil.
Melihat kondisi cuaca dan dengan jarak yang sudah dekat untuk sampai ke puncak, akhirnya saya memberanikan diri untuk terus melanjutkan pendakian. Dengan jalur yang semakin curam, setiap beberapa langkah kami harus berhenti untuk menarik nafas dalam-dalam. Bernafas terasa sangat berat di sini. Istirahat pun semakin sering dilakukan, untuk minum dan mengumpulkan tenaga. Akhirnya setelah menempuh 13 jam pendakian, kami berhasil menggapai titik tertinggi di Pegunungan Andes yang juga merupakan puncak tertinggi di benua Amerika Selatan.